Entri Populer

Rabu, 13 Oktober 2010

Apa sih Inflasi itu?

Oleh

Ryan Alief Putra



     Dalam konteks ekonomi makro dua permasalahan utama yang dihadapi adalah pengangguran dan inflasi. Keduanya merupakan permasalahan yang saling terkait satu sama lain. Menurut A.W. Philips dengan analisis kurvanya ia mengatakan bahwa suatu negara ketika menghadapi inflasi yang tinggi, maka tingkat pengangguran di negara tersebut akan rendah, begitu juga sebaliknya. Namun kondisi ini hanya terjadi di alam teori dalam kenyataanya ketika inflasi rendah maka pengangguran juga bisa dalam fase yang rendah pula. Kali ini yang akan menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini adalah tentang inflasi.

      Berbicara tentang inflasi maka yang umumnya akan terjadi adalah kenaikan harga, penurunan tingkat pendapatan rill, melemahnya konsumsi agregat, dan ekspor - impor yang terganggu. Fenomena - fenomena tersebut memang umumnya terjadi ketika inflasi namun dengan catatan kondisi itu baru akan terjadi ketika inflasi sudah  berada pada level diatas 10%. Untuk lebih jelasnya saya akan menguraikan tentang hakikat dari inflasi itu sendiri.
    
      Inflasi merupakan suatu keadaan dimana peredaran uang secara umum lebih besar dibandingkan peredaran barang di sautu negara pada periode tertentu. Suatu negara atau wilayah baru dapat dikatakan menghadapi inflasi apabila terpenuhi 3 syarat antara lain:

1. Kenaikan harga
2. Terjadi secara umum
3. Berlangsung terus menerus

     Bila salah satu syarat tidak terpenuhi maka suatu negara tidak dapat dikatakan mengalami inflasi. Misalkan terjadi kenaikan harga cabe sebesar 20% di Indonesia. Bila kenaikan harga cabe tidak diikuti dengan kenaikan komoditas atau barang - barang secara umum maka tidak dapat dikatakan bahwa Indonesia mengalami inflasi. Seandainya juga terjadi kenaikan BBM yang mendorong harga - harga barang secara umum naik namun hanya berlangsung sesaat juga tidak dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana negara berada dalam keadaan inflasi.

     Inflasi bila ditinjau dari tarikan permintaan dan penawaran, maka penyebab inflasi dapat digolongkan menjadi 3 antara lain:

1. Deman Pull Inflation

   Demand pull inflation merupakan suatu keadaan dimana inflasi di sebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang lebih besar daripada kenaikan penawaran agregat. Meningkatnya kenaikan penawaran agregat bila dilihat dari kurva diatas maka yang terjadi adalah kenaikan harga yang disertai dengan meningkatnya output. Kondisi ini terjadi ketika perekonomian sedang berada dalam kondisi normal dan tidak terjadi goncangan dan tekanan yang akan membawa perekonomian ke arah resesi. Lebih lanjut dari keterangan kurva diatas dapat diambil suatu kesimpulan dimana inflasi dalam keadaan terkendali akan bermanfaat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Cost Push Inflation

     Cost push inflation merupakan suatu keadaan dimana penawaran agregat mengalami penurunan atau secara grafis kurva penawaran akan bergeser ke kiri. Keadaan ini akan menyebabkan harga - harga akan meningkat secara umum dan disertai pula dengan melemahnya jumlah output yang diproduksi oleh suatu negara. Seperti pada pendekatan dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran, maka ketika kurva penawaran bergeser ke kiri, maka yang terjadi adalah harga akan naik dengan diikuti oleh menurunnya jumlah barang yang ditawarkan. Dalam kondisi seperti ini suatu negara berada dalam fase resesi. Dimana kenaikan harga - harga secara umum telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat dan bahkan pada pertumbuhan di level yang negatif.

3. Mixed Inflation

     Merupakan gabungan antara demand pull inflation dan cost push inflation. Bila kita menggunakan perdekatan secara grafis, maka pada kondisi ini kurva permintaan agregat akan bergeser ke kanan dengan diikuti oleh bergesernya kurva penawaran agregat ke kiri. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga namun tanpa diikuti oleh perubahan jumlah output yang diproduksi oleh suatu negara. Bila keadaan ini yang terjadi maka perekonomian berada dalam suatu fase yang disebut STAGFLASI. Dimana inflasi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi 0% yang artinya kenaikan harga barang dan jasa secara umum tidak menyebabkan perubahan pada output barang dan jasa yang diproduksi.

Sementara bila ditinjau dari sumber penyebabnya, inflasi dibagi menjadi 2 yakni:

1. Inflasi Domestik

     Artinya terjadinya inflasi di suatu negara murni disebabkan oleh kenaikan harga - harga barang dan jasa di dalam negara itu sendiri. Misalkan akibat kenaikan harga - harga bahan pokok di hampir berbagai wilayah di Indonesia, menyebabkan harga - harga barang kebutuhan pokok naik secara umum dengan periode yang terjadi secara terus- menerus. Kondisi ini merupakan inflasi yang terjadi akibat faktor - faktor inflasi di dalam negeri  sehingga disebut Inflasi Domestik.

2. Inflasi Luar Negeri

     Dalam kasus ini, suatu negara mengimpor inflasi dari negara yang sedang mengalami inflasi dalam perekonomiannya. Misalkan Indonesia mengimpor Mesin dari Amerika Serikat. Bersamaan dengan saat Indonesia mengimpor mesin dari Amerika Serikat, perekonomian Amerika Serikat sedang mengalami inflasi yang berimbas pada kenaikan harga mesin. Otomatis keadaan ini akan menyebabkan harga mesin yang dibayar menjadi lebih mahal. Karena mesin merupakan teknologi penting dalam suatu perekonomian maka ketika mesin itu dijual dan kemudian berdampak pada kenaikan harga - harga barang secara umum, maka kondisi itu akan menimbulkan inflasi.

      Oh ya inflasi berdasarkan intensitasnya dibagi menjadi 4 golongan yakni:

1. Inflasi ringan

     Inflasi ringan berkisar antara 0 - 10%. Dalam kondisi ini inflasi justru membantu perekonomian untuk tumbuh. Perlu diketahui, inflasi pada hakikatnya analog dengan api. Apa maksudnya? coba bayangkan api dalam intensitas kecil tentu berguna bukan? kita bisa menjadikan api tersebut untuk memasak, menerangi sudut - sudut ruangan ketika lampu mati, untuk menghangatkan badan ketika suasana dingin, dan lain sebagainya. Namun bila api besar tentu akan mengakibatkan terjadinya kebakaran. Analog dengan api, inflasi yang kecil dan terkendali sangat dibutuhkan oleh suatu perekonomian untuk tumbuh dan berkembang. Karena dengan inflasi yang rendah dan terkendali akan memberkikan stimulasi bagi berkembangnya penawaran agregat sehingga perekonomian bisa tumbuh. Idealnya inflasi yang rendah dan terkendali adalah pada level 5%, namun maksimal inflasi jangan sampai menembus 2 digit.

2. Inflasi Sedang

     Inflasi sedang berkisar antara 10 - 30%. Inflasi pada level ini sudah memberikan dampak bagi perekonomian dimana dampaknya akan dirasakan oleh para pekerja yang memiliki penghasilan tetap. Dampak dari inflasi ini adalah pendapatan rill dari mereka yang memiliki penghasilan tetap akan menurun dan berkurang nilai rillnya. Misalkan dengan uang Rp. 10.000 seseorang bisa membeli 2 mangkuk bakso, namun akibat terjadinya inflasi nominal yang sama tidak lagi dapat membeli 2 mangkuk bakso mungkin hanya 1 bakso. Keadaan itulah yang merupakan gambaran bahwa kekuatan daya beli uang terhadap barang melemah. Namun kondisi ini relatif bisa dikendalikan melalui kebijakan fiskal dan moneter yang kontraktif.

3. Inflasi  berat

     Inflasi berat berada pada kisaran 30 - 100%. Inflasi ini bukan saja menurunkan pendapatan rill masyarakat yang berpenghasilan tetap tetapi sudah berdampak kepada sistem keuangan suatu negara. Biasanya bila suatu negara sudah berada pada kondisi ini, arus masuk devisa relatif terhambat, nilai tukar mata uang domestik melemah cukup tajam, kinerja pasar modal terganggu bahkan dapat mengalami suspensi atau penutupan perdagangan sementara, dan rontoknya sejumlah perbankan yang tidak memiliki atau tidak memenuhi kriteri Bank Sentral. Kondisi ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang bergerak lambat bahkan dapat tumbuh negatif.

4. Hyperinflation

     Merupakan inflasi yang sudah sangat berat. Kisaran inflasi ini sudah lebih dari 100%. Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sangat parah pada stabilitas sistem keuangan sehingga bila kondisi ini terjadi suatu negara harus melakukan kebijakan sanering atau penyehatan sistem keuangan dengan jalan memotong nominal mata uang (kondisi ini berbeda dengan redenominasi), Umumnya kebijakan sanering akan membuat daya beli masyarakat terkontraksi selama beberapa waktu namun akan kembali pulih. Sanering bukan satu - satunya jalan karena negara yang mengalami kondisi ini harus mendapatkan insentif guna memperlancar arus likuiditas pada perekonomian sebagai dampak dari rusaknya sistem keuangan akibatnya rontoknya perbankan suatu negara.

Oke deh, begitulah beberapa hal mengenai inflasi. Semoga bisa membantu anda dalam memahami inflasi.

Kemacetan Jakarta, Siapakah yang bertanggung jawab?

Oleh

Ryan Alief Putra



      Berbicara tentang ibukota Jakarta, pasti yang pertama kali terlintas dalam benak kita adalah segudang permasalahan ibukota yang tak pernah terselesaikan, seperti: banjir, polusi, kemacetan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini kian kompleks seiring pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang meningkat dari tahun ke tahun serta pesatnya perindustrian di Ibokota negara tersebut. Namun yang paling krusial adalah masalah kemacetan di DKI Jakarta. Sudah puluhan bahkan ratusan solusi diterbitkan untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Namun sampai sejauh ini kemaccetan tak kunjung usai malahan semakin menjadi - jadi saja. Ibukota lumpuh. Bahkan para ahli memprediksi pada tahun 2015 Jakarta akan berada dalam stagnasi total. Itu artinya kemacetan sudah akan mengakibatkan mandeknya mobilitas kendaraan. Pertanyaanya, siapakah yang harus bertanggung jawab atas semua permasalahan ini?

     Berbicara tentang siapa yang harus bertanggung jawab, saya mengajak para pembaca untuk kembali mengingat tentang pembangunan di Indonesia di masa lampau. Khususnya di era orde baru.

     Sebagai ibukota negara, mempercantik dan memperindah Jakarta tentu adalah salah satu bagian dari rencana pembangunan di Ibukota. Pasalahnya ibukota negara merupakan cerminan pembangunan di suatu negara meski ini bukan ukuran yang relevan serta dapat dijadikan sebagai acuan. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, ada istilah yang di kenal dengan nama "Proyek Mercusuar". Proyek ini bertujuan untuk membangun sejumlah sarana serta upaya - upaya untuk menjadikan ibukota Jakarta menjadi kota yang indah sejajar dengan kota - kota di Eropa. Alhasil, bermunculanlah seperti: Hotel Indonesia, Gelora Senayan (Sekarang Gelora Bung Karno), Sarinah dan Jembatan Semanggi. Keempatnya memang sedikitnya memberikan nuansa ibukota pada kota Jakarta.

     Ketika Orde Baru berkuasa, pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah kala itu. Paradigma pembangunan yang diterapkan kala itu cenderung bersifat sentralistis. Alhasil Jakarta menjadi tumpuan Indonesia. Sejak saat itu pusat bisnis, perekonomian, pemerintahan, perdagangan, perindustrian, dan jasa semua bertumpu di Jakarta. Walhasil banyak investor menanmkan modalnya di Jakarta dan membangun gedung - gedung megah di Jakarta. Pembangunan tersebut seiring berjalannya tahun kian membuat beban Jakarta menjadi berat. Permasalahan kemacetan mulai menjadi masalah utama di Jakarta. Padahal dengan luas wilayah yang hanya 650 km2 idealnya Jakarta cukup menjadi pusat pemerintahan dan bisnis. Alhasil dengan berkembang pesatnya pembangunan di Jakarta tentu saja banyak masyarakat yang mengadu nasib menjadikan Jakarta sebagai tempat mengadu nasib. Hasilnya tahun demi tahun Jakarta mengalami masalah kepadatan penduduk. Seiring dengan semakin padatnya penduduk otomatis volume kendaraan yang masuk ke Jakarta kian padat saja. Akhirnya kemacetan menjadi masalah utama di Jakarta. Setiap Gubernur baru yang terpilih kemacetan menjadi "PR" bagi gubernur yang berkuasa. Namun hingga detik ini belum ada satupun yang mampu mengatasi kemacetan di Jakarta.

      Dengan melihat kepada uraian diatas jelaslah bahwa masalah kemacetan di DKI Jakarta adalah akibat dari kesalahan paradigma pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru. Dengan demikian tentu kurang relevan bila masalah kemacetan di Jakarta hanya menjadi tanggung jawab pemeritah Provinsi DKI Jakarta semata. Pemerintah pusat juga harus ikut andil. Tentu cara yang utama  adalah dengan melakukan pemerataan pembangunan di berbagai daerah. Dengan meratanya pembangunan maka Jakarta tidak akan lagi menjadi tujuan utama untuk mengadu nasib. Terlebih dari itu tentunya bukan masalah kemacetan saja yang harus diselesaikan. Segudang permasalahan lain juga adalah penting. Banjir, polusi, kerusakan lingkungan, sanitasi, dan lain sebagainya juga harus diselesaikan. Sehingga Jakarta kelak akan menjadi ibukota yang ideal bagi Indonesia.