Oleh
Ryan Alief Putra
Berbicara tentang ibukota Jakarta, pasti yang pertama kali terlintas dalam benak kita adalah segudang permasalahan ibukota yang tak pernah terselesaikan, seperti: banjir, polusi, kemacetan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini kian kompleks seiring pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang meningkat dari tahun ke tahun serta pesatnya perindustrian di Ibokota negara tersebut. Namun yang paling krusial adalah masalah kemacetan di DKI Jakarta. Sudah puluhan bahkan ratusan solusi diterbitkan untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Namun sampai sejauh ini kemaccetan tak kunjung usai malahan semakin menjadi - jadi saja. Ibukota lumpuh. Bahkan para ahli memprediksi pada tahun 2015 Jakarta akan berada dalam stagnasi total. Itu artinya kemacetan sudah akan mengakibatkan mandeknya mobilitas kendaraan. Pertanyaanya, siapakah yang harus bertanggung jawab atas semua permasalahan ini?
Berbicara tentang siapa yang harus bertanggung jawab, saya mengajak para pembaca untuk kembali mengingat tentang pembangunan di Indonesia di masa lampau. Khususnya di era orde baru.
Sebagai ibukota negara, mempercantik dan memperindah Jakarta tentu adalah salah satu bagian dari rencana pembangunan di Ibukota. Pasalahnya ibukota negara merupakan cerminan pembangunan di suatu negara meski ini bukan ukuran yang relevan serta dapat dijadikan sebagai acuan. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, ada istilah yang di kenal dengan nama "Proyek Mercusuar". Proyek ini bertujuan untuk membangun sejumlah sarana serta upaya - upaya untuk menjadikan ibukota Jakarta menjadi kota yang indah sejajar dengan kota - kota di Eropa. Alhasil, bermunculanlah seperti: Hotel Indonesia, Gelora Senayan (Sekarang Gelora Bung Karno), Sarinah dan Jembatan Semanggi. Keempatnya memang sedikitnya memberikan nuansa ibukota pada kota Jakarta.
Ketika Orde Baru berkuasa, pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah kala itu. Paradigma pembangunan yang diterapkan kala itu cenderung bersifat sentralistis. Alhasil Jakarta menjadi tumpuan Indonesia. Sejak saat itu pusat bisnis, perekonomian, pemerintahan, perdagangan, perindustrian, dan jasa semua bertumpu di Jakarta. Walhasil banyak investor menanmkan modalnya di Jakarta dan membangun gedung - gedung megah di Jakarta. Pembangunan tersebut seiring berjalannya tahun kian membuat beban Jakarta menjadi berat. Permasalahan kemacetan mulai menjadi masalah utama di Jakarta. Padahal dengan luas wilayah yang hanya 650 km2 idealnya Jakarta cukup menjadi pusat pemerintahan dan bisnis. Alhasil dengan berkembang pesatnya pembangunan di Jakarta tentu saja banyak masyarakat yang mengadu nasib menjadikan Jakarta sebagai tempat mengadu nasib. Hasilnya tahun demi tahun Jakarta mengalami masalah kepadatan penduduk. Seiring dengan semakin padatnya penduduk otomatis volume kendaraan yang masuk ke Jakarta kian padat saja. Akhirnya kemacetan menjadi masalah utama di Jakarta. Setiap Gubernur baru yang terpilih kemacetan menjadi "PR" bagi gubernur yang berkuasa. Namun hingga detik ini belum ada satupun yang mampu mengatasi kemacetan di Jakarta.
Dengan melihat kepada uraian diatas jelaslah bahwa masalah kemacetan di DKI Jakarta adalah akibat dari kesalahan paradigma pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru. Dengan demikian tentu kurang relevan bila masalah kemacetan di Jakarta hanya menjadi tanggung jawab pemeritah Provinsi DKI Jakarta semata. Pemerintah pusat juga harus ikut andil. Tentu cara yang utama adalah dengan melakukan pemerataan pembangunan di berbagai daerah. Dengan meratanya pembangunan maka Jakarta tidak akan lagi menjadi tujuan utama untuk mengadu nasib. Terlebih dari itu tentunya bukan masalah kemacetan saja yang harus diselesaikan. Segudang permasalahan lain juga adalah penting. Banjir, polusi, kerusakan lingkungan, sanitasi, dan lain sebagainya juga harus diselesaikan. Sehingga Jakarta kelak akan menjadi ibukota yang ideal bagi Indonesia.
Entri Populer
-
Oleh Ryan Alief Putra BAB I PENDAHULUAN ...
-
Oleh Ryan Alief Putra Sering kali kita bermimpi ingin memiliki dan meraih segala sesuatu yang kita inginkan. Tidak peduli apakah yang...
-
Oleh Ryan Alief Putra Tidak semua barang dapat yang diminta dapat diserap oleh penawaran atau ada juga barang yang tidak dapat dijua...
-
Oleh Ryan Alief Putra Adanya imbang korban atau trade off dalam rangka pemenuhan kebutuhan menjadi penyebab utama lahirnya ilmu eko...
-
Oleh Ryan Alief Putra Mimpi adalah suatu harapan yang ingin kita dapatkan. Oleh karena itu semua orang harus mempunyai mimpi. Mimpi b...
-
Oleh Ryan Alief Putra Krisis perekonomian global tahun 2008 lalu menjadi babak baru bagi perekonomian global. Krisis tersebut telah m...
-
Oleh Ryan Alief Putra Dahulu pemerintahan orde baru telah menyiapkan sejumlah langkah - langkah agar perekonomian Indonesia di awal ab...
-
Bapisah Bukannyo Bacarai Bapisah bukannyo bacarai Usahlah adiak manangih juo Basaba sayang nantikan denai Taguahkan malah iman di dad...
-
Oleh Ryan Alief Putra Berbicara tentang ibukota Jakarta, pasti yang pertama kali terlintas dalam benak kita adalah segudang perm...
-
Oleh Ryan Alief Putra Dalam konteks ekonomi makro dua permasalahan utama yang dihadapi adalah pengangguran dan inflasi. Keduanya ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar